Mianhae My
Baby
Tittle : “Mianhae My Baby”
Author : Ila_Sparkey
Maincast : Kyuhyun,
Jihyun, Hyunmi
Rating : PG-13
Genre : Family
Disclaimer : This FF is
mine. The cast belong to themselves. So don’t bash me.
Mian
kalo ada typo. Mian juga kalo ceritanya biasa-biasa aja. Aku hanya ingin
mengeluarkan apa yang ada di pikiranku biar ga jadi bisul. Hehe. Ya sutralah
tak usah berlama-lama lagi. happy reading... jangan lupa RCL nya yah!!!
Gomawo....
“Kau akan merasa kehilangan saat
seseorang itu telah meninggalkanmu. Jika itu terjadi maka kau akan hidup dalam penyesalan yang
berkepanjangan”.
“Darah lebih kental dari air.
Kebencian pun tak akan sanggup mencairkan darah serupa air”.
KYUHYUN POV
Aku memang membencinya.
Tak mengharapkan kehadiranya. Aku membencinya karena dia hadir di saat yang
sangat tidak tepat, terlalu dini untukku memilikinya. Aku membencinya karena
kehadirannya telah membunuh kekasihku, hyunmi. Dan pada akhirnya Hyunmi
meninggal saat aku berulang tahun. Aku membencinya karena senyum dan semua yang
ada padanya mengingatkanku pada Hyunmiku.
Dan aku lebih menbencinya karena darahku
mengalir di tubuhnya. Dia telah menghancurkan masa mudaku dengan kehadirannya.
Mungkin
bagi sebagian orang, kehadirannya memang sebuah anugrah dari Tuhan yang membawa
kebahagiaan namun tidak denganku. Setidaknya di umurku yang masih terlalu muda
yakni 20 tahun dan kondisi yang seperti ini. Meskipun ia ada karena cinta namun
kehadirannya membawa duka yang mendalam bagiku. Ia adalah sebuah kesalahan
bagiku. Tak ada sayangku untuknya. Namun orang tuaku memaksaku hidup berdua
dengannya berharap aku akan menyayanginya seiring berjalannya waktu. Mendengar
tangisnya tiap malam, membiarkan ia memanggilku dengan sebutan itu. Andaikan
kelahirannya tak membawa kematian Hyunmi pasti aku akan sangat menyayanginya,
menjadi sebuah keluarga yang bahagia.
Hari ini hari ulang tahunnya
begitupun denganku. Ya.. ulang tahun kami memang sama. Tapi jangan harap aku
akan berbahagia untuk ini. Tak ada lagi kebahagiaan ulang tahun setelah
kelahirannya. Berulangkali dia merengek padaku ingin merayakan ulang tahunnya
bersamaku, namun aku tak sudi merayakan hari kematian kekasihku yang tepat di
hari ulang tahunnya. Selamanya aku tidak akan melupakan hari itu, tanggal itu.
Dimana hyunmi meregang nyawa demi kehadiran anak itu yang bagiku tak lebih
berharga dari hidup hyunmi. Tangisan pertamanya adalah detik dimana hyunmi
pergi dari rengkuhanku untuk selamanya dan detik itu juga aku membenci sosok
yang baru melihat dunia beberapa saat itu. Namun dengan penuh keterpaksaan aku
membawanya masuk dalam hidupku meskipun aku tak bisa menyayanginya.
-------
Pagi itu dia kembali
merusuhi hidupku. Kulihat ia berjalan menunduk menghampiriku sambil meremas
tangannya. Ia sudah memakai seragam sekolahnya.
“ap..appa,,
hari ini Jihyun ulang tahun yang ke lima kan..Jjihyun boleh meminta sesuatu
tidak? Jihyun mau foto bersama appa” tanya anak itu padaku yang sedang
menyiapkan beberapa tugas kuliahku. Benar kan apa kataku, dia benar-benar
pengganggu.
“appa
sibuk, sudah kau berangkat sekolah saja, jangan ganggu appa!!” jawabku datar.
Aku tak peduli ini hari ulang tahunnya atau bukan.
“ap..
appa.. sekali saja appa.. Jihyun janji ini yang terakhir kalinya appa!” kulihat
matanya sudah memerah. Mungkin sebenar lagi ia akan menangis. Aku mendengus
kesal.
“
APPA BILANG SIBUK YA SIBUK, KAU MENGERTI TIDAK HAHH??? SUDAH SANA BERANGKAT
SEKOLAH !!!” teriakku emosi. Dia langsung menunduk kemudian terlihat
butir-butir air mata mengalir di wajahnya.
“
nn,,ne appa, maafkan Jihyun, Jihyun tidak akan mengganggu dan meminta apapun
lagi. maafkan Jihyun appa..” ucapnya dengan suara yang bergetar. Kemudian ia
berlalu dari hadapanku dengan langkah yang menurutku sangat berat, pundaknya
pun bergetar, mungkin ia menangis. Apa aku keterlaluan? Ahhh,, jangan
terpengaruh air matanya Kyuhyun. peringatku pada diriku sendiri. Tapi jujur
saja aku merasa sedikit sesak dan sakit saat melihat pancaran ketakutan di wajah
dan air matanya.
Hari ini entah
kenapa perasaanku tidak enak. Pikiranku
selalu tertuju pada wajah penuh air mata anak itu. Kuputuskan untuk keluar
kelas saja lagipula dosen belum datang. Ku kendarai mobilku menuju apartemen
yang kuhuni berdua dengan anak itu. Sesampainya di apartemen segera ku tekan
passwordnya. Apartemen masih sepi. Jelas saja sekarang masih jam 10 pagi. Pasti anak kecil itu belum pulang. Aku duduk
di shofa sambil menyalakan TV. Mencoba sedikit mencairkan sepi di apartemen
ini. Namun perhatianku tiba-tiba tetuju pada kamar anak itu yang sedikit terbuka.
Aku melangkah masuk ke kamarnya. Kulihat boneka teddy kesayangannya yang setahuku
satu-satunya hadiah ulang tahun dariku 2 tahun lalu, itupun aku terpaksa karena
eomma mengancam tidak akan memberikan uang lagi padaku. Pandanganku terus
mengedari kamar ini. Mataku tertuju pada
sebuah buku kecil di atas meja belajarnya, sepertinya buku diary. Ehm.. kurasa
anak itu cukup pintar karena masih 5 tahun namun sudah lancar menulis. Kubuka
halaman pertama buku itu. Hatiku langsung mencelos melihat tulisan khas anak
kecil itu.
‘ teddy.. kenapa appa selalu memarahiku? Appa
juga tak pernah memperhatikanku, tak pernah mengantarkanku ke sekolah seperti
appanya teman-temanku yang lain. Apa appa membenciku teddy? Kuharap tidak
karena aku sangat menyayangi appa. Aku ingin suatu saat appa memelukku dan
berkata appa menyayangimu jihyun. ‘
‘besok jihyun ulang
tahun teddy.. kau harus memberiku hadiah ya!.. heheh. Eh iya jihyun berharap besok
appa tidak marah lagi sama jihyun. untuk kali ini ingiiin sekali jihyun foto
bareng sama appa. jihyun ingin memperlihatkan foto appa yang masih muda dan
sangat tampan pada teman-temanku yang sering mengejekku tak punya appa. Appa
jihyun kan masih muda tampan lagi, tidak seperti appanya teman-temanku yang
sudah ahjussi-ahjussi. Hehe. Appa saranghae!’
Saranghae? Hemh.. entah
kenapa aku tersenyum karena kata itu diucapkan oleh anak itu. Kubuka lagi
lembaran-lembaran buku itu. semuanya berisi tetang kesedihannya atas perilakuku
padanya. Aku terpaku pada satu tulisannya. Air mataku sukses mengalir begitu
saja.
‘Teddy..
sekarang aku tau kenapa appa membenciku. Tadi aku tidak sengaja membaca buku
diary appa. Ternyata eommanya Jihyun meninggal karena melahirkan Jihyun. Teddy.. apa berarti Jihyun ini pembunuh? Andaikan saat itu eomma tidak
meninggal pasti sekarang Jihyun punya keluarga seperti keluarganya Jae in, temanku. Tuhan.. kenapa saat itu tidak
Jihyun saja yang mati, kenapa harus eomma. Kalau jihyun mati kan appa tidak
akan sedih lagi, appa pasti sering tersenyum. Appa kan lebih sayang eomma dari pada
jihyun. appa ... maafkan jihyun ne!
Gara-gara jihyun eomma meninggal. Jihyun memang pembunuh appa...’
Tangisanku sudah tak terbendung
lagi. Aku tersadar akan kesalahanku selama ini.Aku benar-benar kejam. Aku tak
sanggup lagi membaca buku itu. Segera ku tutup buku itu seraya keluar dari
kamar Jihyun. Tiba-tiba aku merasa begitu merindukan anak itu. Aku ingin
menjemputnya di sekolah. Aku juga ingin meminta maaf padanya. ‘jihyunie.. maafkan
appa nak’ batinku.
Namun langkahku
terhenti karena ada telpon. Kulihat ID si penelpon, aku mengernyitkan dahiku,
aku tak mengenal nomor ini tapi ku angkat saja. Seketika tanganku bergetar dan
nyawaku tercabut secara paksa demi mendengar untaian kata si penelpon. Air mataku
yang semula hampir mengering kembali meleleh. Tubuhku kebas dan suaraku
tercekat. Apakah ini arti dari firasat burukku tadi?ANDWAEE!!!... Jihyun.
Tidak
lama kemudianaku sudah sampai di rumah sakit yang diberitahkan guru jihyun yang
menelponku tadi. Aku berlari seperti orang kesetanan wajahku pucat, tangan dan
tubuhku bergetar hebat sedangkan air mataku tak berhenti mengalir sejak tadi.
Berkali-kali aku hampir menabrak, aku tidak peduli, aku hanya butuh anakku anak
yang tak pernah ku sentuh. Aku hanya ingin segera tahu bagaiman keadaannya.
Aku duduk di ruang
tunggu. Jihyun masih ditangani oleh medis. Eomma berlari ke arahku dengan mata
yang sembab. Sedangkan guru jihyun yang tadi menelponku sudah pulang setelah
memberitahuku kronologis kejadian itu.
Flashback
“Tadi
Jihyun buru-buru pulang katanya mau memberikan hadiah untuk ayahnya yang
berulang tahun di hari yang sama dengannya. Ia berlari menyeberangi jalan tanpa
melihat rambu yang sudah hijau.’ Tutur guru Jihyun padaku. Aku semakin merasa bersalah mendengar
penuturan guru jihyun tersebut. Tubuh putriku dihantam bus yang sedang melaju
kencang, itu karena akulah penyebabnya. Aku seakan bisa merasakan kesakitan Jihyun.
End
of Flashback
Ini sudah lebih dari 5
jam Jihyun berada di ruang UGD. Tak ada seorangpun yang bisa memastikan
keadaannya akan baik-baik saja mengingat betapa parahnya luka di tubuh putriku. Ya... mulai detik ini aku akan
mengakui bahwa Jihyun adalah anakku. Darah dagingku.
Eomma dan noonaku
terdiam. Air mata mereka sudah berhenti meleleh namun aku yakin perasaan mereka
juga sama sepertiku. Hanya aku saja yang masih belum kehabisan air mataku. Aku
menangis terisak. Aku sedikit menjauh dari eomma, duduk di lantai sembari
memeluk lututku erat. Teringat semua kelakuan kasarku padanya. Tentang
permintaannya saat ulang tahun tadi pagi. Aku memang ayah yang tak berguna.
Pelukan eomma tak dapat menenangkanku. Bagaimana aku bisa tenang sementara di
dalam sana putriku sedang merenggang nyawa sendirian.
Pintu UGD terbuka.
Dokter itu keluar dan seketika itu juga aku mendekati dokter bersama eomma dan
noonaku.
“Lukanya
sangat parah. Benturan keras di kepalanya mengakibatkan ia tak sadarkan diri.
Kemungkinan hidupnya memang sangat kecil tapi tetaplah berdoa.”
Seketika tubuhku
tersungkur ke lantai. Eomma dan noonaku menangis histeris. Aku sudah tak kuat
untuk mengeluarkan suara. Andwae..anakku harus hidup. Dia harus mendengar permintaan
maafku. ‘jihyunie.. bertahanlah nak.’
“Eomma....
ini hanya mimpi kan?” lirihku pada eomma. Eomma langsung memelukku dan membantuku
berdiri. Eomma hanya tersenyum getir padaku. Hari ini benar-benar hari yang
terberat bagiku. Tepat 5 tahun lalu hyunmi
juga meregang nyawa di hadapanku demi hadirnya sosok mungil yang
sekarang keadaannya sama dengan ibunya.
----------------------------
Malam itu aku sama
sekali tak membiarkan mataku terpejam sedetik pun. Mataku tak penah luput dari
tubuh mungil yang rapuh ini. eomma dan noona ku suruh pulang dan kembali besok
membawa beberapa pakaian jihyun.
”Jihyunie...
maafkan appa!! cepatlah bangun sayang, appa akan mengajakmu berfoto bersama,
jalan-jalan dan appa juga akan memelukmu setiap saat.” Lihku sembari menggenggam
tangan mungil nan rapuh putriku.
Goresan-goresan luka di
tubuhnya seakan menjorokkanku ke lubang penyesalan yang paling dalam. Berkali-kali eomma
menyuruhku untuk mengistirahatkan tubuhku tapi tak ada niat sedikitpun untuk
beranjak menjauh dari Jihyun. Aku hanya ingin saat matanya terbuka, maka akulah
orang pertama yang ia lihat dan detik itu juga aku akan memeluknya.
Pagi ini seorang suster
datang menghampiriku. Suster itu memberikan sebuah bungkusan yang ternyata
adalah sebuah kotak kado yang terdapat bercak-bercak darah. Ku buka kado itu. Dadaku
semakin sesak dan air mata ini mengalir untuk kesekian kalinya. Kado itu berisi
topi rajut yang rajutannya sedikit tidak rapi dan terdapat selembar kertas. Bibirku
bergetar menahan isakanku yang semakin menjadi tatkala membaca deretan kalimat
dalam surat tersebut.
‘
Saengil chukkae appa. Semoga appa selalu dalam keadaan baik. Appa, apa appa
suka dengan kado Jihyun? ini Jihyun sendiri yang buat tapi di bantu halmoni
sih,, tapi halmonie Cuma membantu sedikit kok. Nanti kalau musim semi appa
pakai yah topinya.. pasti appa tambah tampan. Appa Jihyun mau minta maaf. Maaf
karena Jihyun sudah mengganggu hidup appa dan maaf juga karena Jihyun telah membunuh eomma.
Jwesonghamnida appa! Jihyun sebenarnya mau kado juga dari appa tapi appa bilang
appa sibuk jadi ya tidak apa-apa. Jihyun kan sudah 5 tahun jadi tidak perlu minta kado lagi. pokoknya
semoga appa suka kado dari jihyun, maaf kalau rajutannya tidak rapi. Saranghae. Jihyun
sayang appa.’
Air mataku sudah tak
terbendung lagi. Aku menelungkupkan wajahku dengan kedua tanganku diiringi
isakan yang tertahan. Tubuhku berguncang hebat. Jihyunie,, seharusnya kau tak
perlu melakukan hal ini nak..! sadarlah sayang, appa menunggumu. Eomma yang
baru datang dan langsung membaca surat itu seketika menangis sambil memelukku,
mencoba menenangkanku. Tapi sungguh kali ini aku tidak bisa bersikap acuh pada
keadaan seperti ini, bahkan berpura-pura pun aku tak sanggup.
Ini
sudah genap 5 hari Jihyun koma. Tapi tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan
siuman. Tubuh mungilnya semakin kurus. Bibirnya yang biasanya merekah menjadi
kering dan pucat. Matanya yang selalu bersinar kini selalu tertutup. Suaranya yang imut
selama 5 hari ini tak pernah kudengar. Bodohnya diriku yang lebih memilih
membencinya daripada menyayangiya. Melebihi nyawaku karena bukan hanya darahku saja
yang mengalir di tubuhnya namun hidupnya adalah bagian dari hidupku.
“Jihyunie..
kalau kau tak segera bangun appa akan marah. Kau tidak mau appa marah kan? Atau
appa akan membatalkan berfoto bersama. Maka dari itu cepatlah sadar sayang..
appa merindukanmu, appa menyayangimu. Appa tidak akan memarahimu lagi.” ratapku
sembari menciumi wajahnya. Eomma terisak mendengar perkataanku. Tuhan.. bisakah
aku menggantikan kesakitannya?
Pagi
ini adalah pagi ke tujuh putriku koma. Matanya masih tertutup rapat. Tubuh
mungilnya masih tergolek di ranjang rumah sakit. Kabel-kabel yang menopang
hidupnya pun masih setia menempel di beberapa bagian tubuhnya. Tubuh ringkihnya
terlalu kecil untuk merasakan kesakitan yang seperti ini. Melihat keadaannya
seperti ini membuatku takut putri kecilku meninggalkanku di tengah penyesalan
yang teramat dalam ini. Dan ketakutanku pun mulai menjadi kenyataan. Mesin yang
menunjukkan detak jantung putriku melemah dan kemudian berubah menjadi garis
lurus disertai bunyi yang memekakkan telinga. Aku panik. Langsung ku tekan
tombol di atas ranjang putriku. Tak lama kemudian dokter dan beberapa suster
datang. Digiringnya aku keluar ruangan itu. Seketika persendianku terasa
terlepas. Tubuhku lemah. Seolah gravitasi tak berlaku lagi pada ragaku.
Tak begitu lama akhirnya
mesin itu tak berbunyi lagi. Dokter keluar dengan raut wajah yang murung dan
tertunduk. Sepertinya eomma dan noona sudah siap dengan kemungkinan terburuknya
tapi lain halnya denganku. Selamanya aku tidak akan siap. Dokter itu menggeleng
pelan. ANDWAEEE. Anakku pergi. Air mataku sukses mengalir begitu saja. Aku
menggeleng tak percaya. Air mataku kembali merebak.
‘Hyunmi,
kenapa kau membawanya sekarang. Tuhan dengan inikah kau menghukumku.?’ Lirihku
dalam hati. Tak kuasa untuk mengeluarkan selirih suarapun bahkan tangisanku pun
tak bersuara.
Eomma dan noonaku
langsung menangis histeris. Kupacu kakiku masuk ruangan anakku. Kudekati tubuh
itu. Langkahku sangat berat, tak kuasa melihat tubuh mungil itu telah kaku. Aku
tak percaya anakku telah pergi. Segera kupeluk tubuh itu,
menggoyang-goyangkannya.
“JIHYUN,,,
BANGUN NAK! KAU TAK BOLEH MENINGGALKAN APPA, KUMOHON SAYANG BUKA MATAMU!!” aku
berteriak sambil mengguncang-guncang tubuhnya. Kenapa matanya masih tertutup.
Anakku belum mati. Jihyun tidak boleh meninggalkannku. ANDWAEEE.
“jihyunie...
ku mohon jangan tinggalkan appa nak, bangun sayang!! Appa minta maaf
sayang...!”lirihku lemas sambil memeluk
tubuh putri kecilku. Tangisanku tak akan merubah apa pun.
Tolong
siapa pun bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Air mataku membanjiri pipiku.
Sakit. Ini amat sangat sakit. Aku tak mau mempercayai ini.
“appa menyayangimu
Jihyun.” kataku lirih demi mengucapkan kata yang ingin aku sampaikan padanya. Kata yang sangat
ingin didengarnya.
Tiba-tiba keajaiban itu
datang padaku. Mata yang tertutup itu meneteskan air mata. Kemudian kulihat
tangan mungil itu bergeak. Anakku masih hidup. Aku berteriak memanggil dokter.
Mereka langsung memeriksa Jihyun sementara aku yang linglung ini berada di luar
ruangan.menuggu dngan berjuta perasaan yang bercampur aduk. Eomma dan noonaku pun sama,
bahkan mereka lebih memilih menunggu sambil berdiri disampingku. Tak ada yang
bersuara diantara kami. Mataku pun tak
lepas dari pintu ruangan Jihyun. Aku meremas tanganku yang gemetaran. Aku tak
peduli dengan penampilanku seperti apa sekarang. Aku tak peduli. Aku hanya
ingin anakku.
Tak lama kemudian
dokter itu keluar. Aku langsung menghampirinya. Begitupun dengan eomma dan
noona.
“Ini
benar-benar keajaiban. Tadi denyut nadinya memang sudah menunjukkan bahwa putri
anda telah meninggal namun jantungya kembali berdetak. Mungkin ia tidak mau
meninggalkan anda. Sekarang keadaannya
sudah stabil. Anda bisa menjenguknya. Tapi tolong jangan diajak berbicara terlalu banyak.
Kondisinya masih terlalu lemah” Perkataan dokter itu seakan memberikan
kesejukan dalam diriku. Ringan. Asa ku kembali.
“Khamsahamnida
uisa-nim.” Kataku seraya membungkuk.
“Berterima
kasihlah pada Tuhan karena ia yang telah memberikan keajaiban pada malaikat kecil itu.” tutur
dokter itu dengan senyum tersungging kemudian berlalu. Segera kuhampiri putriku
bersama eomma dan noona. Benar saja, matanya yang selama seminggu ini tertutup eapat
bahkan hampir tertutup selamanya kini telah terbuka.
“app..appa”
lirihnya memanggilku. Sungguh aku merindukan suara yang dulunya sangat aku
benci ini. Aku berlari memeluknya. Tidak erat namun penuh kasih sayang dan
kerinduan. Aku ciumi wajah mungil nan cantiknya berkali-kali. Tersirat raut
keheranan di wajahya. Aku mengerti.
“
Maafkan semua kesalahan appa ne..! appa benar-benar meyayangimu. Jangan
tinggalkan appa lagi sayang. “ ia tersenyum. Kembali ku kupeluk malaikat
kecilku ini. Kuciumi pipi dan bibir mungilnya. Tangisanku sekarang bukan tangisan kesedihan melainkan tangisan bahagia.
Terima kasih Tuhan kau telah mengembalikan putriku.
----------
Aku melihat senyuman
itu kembali. Tubuhnya telah pulih sepenuhnya. Ia telah kembali menjadi putriku yang ceria. Seminggu setelah itu Jihyun sudah diperbolehkan pulang.
Dan sekarang kami sedang menghabiskan waktu bersama di taman hiburan setelah
sebelumnya kami berfoto bersama. Kupandangi lagi foto itu. Dalam foto itu,
Jihyun tersenyum sangat ceria sedangkan aku menggendongnya sambil mencium pipinya
dari samping. Kami memakai baju kembar. Tak lupa topi rajut itu kukenakan
meskipun musim semi belum tiba.
“Appaa...”
Aku menoleh sambil
tersenyum. Ia melambaikan tangan mungilnya. Saat ini ia sedang naik komedi
putar. Aku membalas lambaian tangannya dari tempat dudukku. Ternyata beginikah
rasanya menjadi seorang ayah sepenuhnya. Kembali aku berterimakasih pada Tuhan
karena telah memberiku kesempatan kedua memperbaiki semua kesalahanku.
Malam hari telah tiba,
kami baru sampai di apartemen. Hari ini sungguh melelahkan namun sangat
membahagiakan bagiku. Inilah kali pertama aku seolah pantas disebut appa
olehnya. Sekarang dia tertidur dipelukanku karena terlalu lelah bermain
seharian bersamaku. Kugendong tubuh mungilnya menuju kamarku. Ya.. beberapa hari
ini aku tidur berdua dengan Jihyun. Kurebahkan tubuh mungilnya di ranjang.
Senyumku mengembang tatkala melihat wajah polosnya saat tidur. Cantik,
benar-benar cantik. Dia sangat mewarisi wajah ibunya. Hanya mata dan rambut
coklat ikalku yang menurun padanya. Bodohnya aku selama 5 tahun ini yang telah
membenci malaikat kecil ini. Kubelai rambut coklat panjangnya kemudian kukecup
pipinya. Kubaringkan tubuhku tepat disampingnya sembari memejamkan mata.
Bersiap mengarungi mimpi bersama putriku.
Hyunmi, aku berjanji akan menyayanginya, tak
akan mengulangi kesalahanku terdahulu. Lihatlah kami dari atas sana. Tunggulah
aku dan Jihyun. Dan bila waktu itu tiba kita akan berkumpul. Maafkan aku yang
telah menyianyiakan pengobananmu. Saranghae...
END